International Youth Day 2019: Remaja Hebat, Remaja Terlibat!
Youth Gathering #5
Oleh Alvi
Minggu, 18 Agustus 2019
“Perayaan International Youth Day atau Hari Remaja Internasional dicetuskan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa sejak tahun 1998, namun di Indonesia perayaannya dimulai sejak 12 Agustus 2000 dengan tema yang berbeda-beda tiap tahunnya. Tahun 2019 ini tema besar yang diusung adalah Transforming Education atau Perubahan Pendidikan.” ujar kak Fisa, pembawa acara, membuka Youth Gathering yang diselenggarakan oleh UNALA pada tanggal 16 Agustus 2019 di Peachy Café, Jalan Tamansiswa, Yogyakarta.
Kegiatan Youth Gathering UNALA dilaksanakan reguler tiap dua bulan sekali. Bulan ini UNALA ngomongin tentang Pelibatan Remaja dalam Gerakan Pendidikan yang Transformatif dengan menghadirkan dua narasumber, yaitu: kak Invani Lela Herliana yang sehari-hari jadi Manajer Program KetjilBergerak, dan Ndaru Tejo sebagai Youth Advisory Panel UNFPA.
Kak Vani dari KetjilBergerak menjelaskan awal mula bagaimana KetjilBergerak sebagai komunitas yang berbasis di Yogyakarta mengajak siapa saja yang muda, kreatif, berani, berdikari untuk ikut berkolaborasi.
“Pacaran itu produktif, gak langsung reproduktif!” kata kak Vani. Produktif ala KetjilBergerak direalisasikan dengan membuat mural, musik dan kegiatan sekolah desa sekolah kota. Juga ada dapur bergerak, memasak, lalu dibagikan ke jalan.
“Kalau masih tahapan mengenali diri sendiri itu di tahapan awal, belum melakukan perubahan.” Kak Vani percaya bahwa kondisi remaja tidak akan berubah kalau tidak kita sendiri yang melakoni atau terjun langsung, karena ketika melakukannya, remaja akan tahu, mengerti dan memahami.
Sementara kak Ndaru yang menjadi Youth Advisory Panel UNFPA menyoroti tentang masih banyaknya remaja yang belum punya pengetahuan cukup tentang kesehatan reproduksi. Padahal kan jaman udah kekinian, koneksi internet gampang, tapi kenapa ngomongin kesehatan reproduksi masih dianggap tabu ya? Remaja, kata kak Ndaru, lebih seneng curhat-curhatan sesama remaja daripada ngomong ama ortu. Bener nggak?
“Masalah remaja tiap jaman memang berbeda, jadi kita harus menyesuaikan tren tersebut. Sensitif terhadap isu apa yang dialami oleh remaja, dan ketika akan transfer informasi, kita perlu pendekatan spesifik, karena pengalaman remaja berbeda-beda.” Lanjut kak Ndaru.
Youth Gathering ini dihadiri puluhan remaja dari beragam sekolah dan komunitas di Yogyakarta dan sekitarnya. Salah satu peserta mengkhawatirkan kalau pendidikan tidak lagi merasa dibutuhkan, generasi muda kedepannya akan mati. “Bagaimana cara menumbuhkan untuk aktif berkarya agar tidak melulu main dan fokus dengan pribadi masing-masing?
Kak Vani bilang generasi muda harus selalu optimis. Ruang pendidikan alternatif akan selalu ada, tidak hanya dari pendidikan formal saja. Pendidikan informal akan lebih fleksibel, tidak berbiaya, dan tentunya bisa tetap berkarya, bahkan kadang pendidikan informal itu skill-nya tidak didapat di sekolah.
“Transformasi pendidikan bukan diperjuangkan oleh sebagian pihak, tapi transformasi tidak akan terjadi kalau kita sendiri sebagai remaja tidak bergerak.” kata kak Ndaru menutup kegiatan Youth Gathering ini.